Pada Juni 2025, Meiska merilis lagu berjudul Datang Tepat Waktu. Begini lirik lagu Datang Tepat Waktu dari Meiska Mungkin kau bukan yang pertama yang berhasil buatku jatuh cinta Dulu pernah ada yang beri harapan Walau akhirnya meninggalkan Tapi entah mengapa kamu Dengan cepat meyakinkan hatiku Bahwa cintamu tulusnya berbeda Kau jadikanku teristimewa Tak butuh waktu lama ku percaya Cara mencintaimu sangat indah Hadirmu patahkan segala ragu Aku bahagia dimilikimu Sempat mati rasa ku karena cinta Begitu banyak luka yang terima Tapi semenjak bertemu denganmu Benar cinta datang Datang tepat waktu Ku mengira hidupku tak kan bahagia Namun Tuhan mengirimmu Untuk sembuhkan sakitnya masa lalu Tak butuh waktu lama ku percaya Cara mencintaimu sangat indah Hadirmu patahkan segala ragu Aku bahagia dimilikimu Sempat mati rasa ku karena cinta Begitu banyak luka yang terima Tapi semenjak bertemu denganmu Benar cinta datang Datang tepat waktu Tak butuh waktu lama ku percaya Cara mencintaimu sangat indah...
Terkini
![]() |
| (dok : istimewa) |
Sampai kini, masih ada stigma negatif tentang penari baik dari segi moral maupun masa depan hidup. Inilah yang ingin dikikis seniwati profesional asal Bogor, Hani Amalia Hendrajatin. Melalui berbagai karya yang membuka mata masyarakat, tentang seni yang seutuhnya.
Hani mengisahkan stigma ini telah ia rasakan sejak dirinya masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Saat itu Hani yang sejak Sekolah Dasar (SD) menggeluti dunia seni karawitan merasakan minder untuk terus berkarya.
“Saya itu dari usia TK (Taman Kanak-kanak) udah banci tampil, misalkan jalan sama ibu ke Mall, terus ada acara hadiahnya cokelat, tapi harus nyanyi dulu. Saya tanpa disuruh langsung maju buat nyanyi,” cerita Hani berbinar saat berbincang dengan Golali.
Begitupun saat duduk di bangku SD, saat guru menyuruh menyanyi, Hani paling rajin mempertunjukan kebolehannya dalam bernanyi. Kesenangannya bernyanyi tidak sia-sia, saat masih duduk di kelas 1 SD, Hani mengikuti lomba menyanyi daerah khas Sunda yaitu pupuh.
Pertama kali mengikuti perlombaan ini, tak tanggung-tanggung Hani mengikuti lomba pupuh tingkat Kabupaten Bogor yang pesertanya dari seluruh SD di Kabupaten Bogor.
“Saya dapat juara 2, banyak yang enggak percaya juga karena peserta yang lain sudah duduk di kelas 5 sementara saya masih kelas 1 SD,” sambung Hani.
Atas kesungguhannya dalam bernyanyi, Hani sempat beberapa kali ditawari produser untuk rekaman, tetapi karena masih SD, ibunya melarang Hani untuk masuk dapur rekaman. Meskipun begitu, Hani tetap rajin untuk mengasah kemampuan dalam bidang seni suara.
“Ibu saya sebenarnya open minded banget, dia sangat mendukung semua pilihan saya, baik secara moril maupun materiil. Mungkin karena dulu saya baru SD,” beber Hani.
Sempat Mandeg
Hani selama ini menggeluti semua jenis nyanyian, hanya saja lebih banyak mengikuti kompetesi seni sunda. Sehingga lebih dikenal dengan penyanyi tradisional Sunda.
Sayangnya, memasuki SMP, Hani enggan untuk melanjutkan untuk mengembangkan suara merdunya.
“Entah mungkin karena memasuki masa pubertas soalnya sejak SMP sampai SMA kelas 1, saya kehilangan kepercayaan diri untuk tampil di panggung,” ungkap perempuan kelahiran 30 Maret 1989 ini.
Selain itu, teman-teman sebanyanya mencap Hani hanya fokus dalam seni tradisi yakni ngawih (menyanyikan lagu Sunda), padahal dia bisa juga menyanyi lagu-lagu kekinian dan menjadi vokalis di grup band. Namun sayangnya kesempatan itu tidak pernah dia dapatkan.
“Mereka suka bilang, Hani mah bisanya ngawih aja. Itu bikin saya enggak PD (percaya diri). Apalagi sempat lihat teman yang nari tradisi, sama yang lain malah dilemparin duit recehan, membuat saya semakin degdegan untuk tampil,” tutur Hani.
Kembali Percaya Diri
Selama menjadi murid putih biru dan putih abu-abu, selain sekolah, Hani mengikuti kegiatan ekstrakulikuler yang tidak ada hubungannya dengan seni, yaitu Paskibra. Namun saat di SMA, Hani kembali bertemu dengan pelajaran kesenian yang mengharuskan dirinya menunjukkan bakatnya, kali ini dalam seni tari.
Hani menari tarian barat atau dancing, meskipun dengan rasa degdegan, namun ini menjadi langkah dirinya untuk kembali mendapatkan rasa percaya diri yang telah beberapa tahun hilang.
“Guru saya saat itu namanya Bu Lita, beliau sangat mengapresiasi setelah saya menari. Saat SMA saya enggak ada centil-centilnya gitu, karena saya merasa minder dengan penampilan saya,” urai Hani.
Pada tes selanjutnya, gurunya meminta semua siswa untuk menarikan tarian tradisional. Untuk itu sebelum tampil Hani mengikuti kursus singkat di Sanggar Bukit Kencana. Di Sanggar yang saat ini sudah tidak ada, Hani belajar tari Bali.
“Saya merasa happy membawakan tarian ini, kayak menikmatinya. Dan Bu Lita tahu itu, hingga pas ada perpisahan Bu Lita bilang Neng ikutan ya, acara itu ada upacara adat dan butuh penari. Kata beliau, kemampuan nari saya lebih dari yang lain. Saya sebenernya masih enggak PD, karena saya lebih fokus kepada kekurangan saya. Tetapi akhirnya ikut juga,” kenang Hani .
Menari dari Kondangan Sampai Keliling Dunia
Ketekunan menjadi langkah seseorang dalam mencapai tujuan, inilah yang menjadi modal dasar bagi Hani Amalia Hendrajatin, seorang seniman profesional kelahiran Bogor 30 Maret 1989. Menjalani sesuatu dengan tekun dalam belajar, apa yang sebelumnya tidak bisa menjadi bisa.
"Saya tidak pernah bercita-cita masuk dunia seni, pas masuk kelas 3 SMA mendekati kelulusan, memutuskan untuk masuk kuliah. Tetapi sempat bingung, karena inginnya pas SMA bisa melanjutkan kuliah bidang Hukum atau Sosial Politik di UI (Universitas Indonesia), tetapi ada perasaan bisa enggak ya," ungkap Hani Amalia Hendrajatin.
Orangtua, kata Hani menyarankan untuk masuk kuliah di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), kebetulan orangtua berprofesi sebagai guru. Tetapi untuk jurusan, Hani masih merasa bingung mau jurusan apa ? Hingga akhirnya memutuskan masuk Pendidikan Seni Tari (S-1).
“Saya nari enggak hebat-hebat amat juga, tari Nusantara belum ada yang dikuasai juga. Tetapi saya enggak mau kuliah yang mata kuliahnya nyusahin diri sendiri maupun bebanin biaya banyak dari orangtua,” terang Hani.
Hani pun mengikuti serangkaian seleksi di UNJ, mulai dari tes menyanyi dan menari, lalu dilanjutkan dengan tes pengetahuan umum. Hingga akhirnya diterima dan mendapat gelar mahasiswi UNJ.
“Saya sebenarnya enggak paham tentang tarian, mulai dari olah tubuh, tetapi saya jalanin aja dengan ketekunan. Belajar tekniknya satu persatu,” kata Hani.
Modal utama dalam seni
Dengan berbekal ketekunan Hani bisa belajar dengan cepat berbagai tarian Nusantara, bahkan teman-teman di kampusnya tidak percaya jika Hani tidak pernah masuk sanggar, selain kursus kilat saat SMA.
“Banyak yang bilang mau jadi apa kuliah jurusan seni, tetapi untungnya orangtua mendukung pilihan saya. Saya berpikirnya sambil kuliah bisa sambil ngajar juga (buka sanggar) biar bisa bantu buat bayar kuliah,” beber Hani.Selain itu, sambung Hani kuliah di bidang seni, dia dapat menemukan passion. Sehingga semuanya dijalani dengan ringan, apalagi mulai mendapatkan kesempatan pentas tari bersama seniornya di kampus.
“Modal utama dalam bidang seni bukan skill kita (ini bisa dikejar), sikap kita jangan nyebelin, jangan bikin masalah, jangan malu bertanya, dan mau belajar. Orang jadi lebih enak mau ngajak kita, tapi ketika orang itu belagu bikin masalah. Karirnya lebih susah,” urai Hani.
Selain pentas di kampus, Hani pun sempat mencicipi pengalaman sebagai penari di acara kondangan mulai dari resepsi pernikahan di permukiman yang padat sampai dengan resepsi di gedung dan hotel.
“Nari di kondangan lumayan untuk nambah-nambah biaya buat kuliah di Jakarta, kost di Jakarta kan biaya pas-pasan. Lumayan nari bisa dapat peye (uang dan makan) kata orang Jakarta mah. Nari mulai dari perkampungan yang tempatnya panas, kadang tanah belok juga sampai Gedung pernikahan yang bagus,” kenang Hani.
Hani terus mengembangkan karir dalam dunia seni tari, dengan mengikuti berbagai audisi pada semester akhir kuliah. Mulai dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta sampai dengan Kementerian Pariwisata (Kemenpar).
“Beberapa kali mengikuti audisi, sampai akhirnya berhasil pada 2010, ikut misi budaya bareng Kemenpar menari ke Dubai. Selanjutnya diajak sama Dinas Pariwisata DKI Jakarta dan Kemenpar ke beberapa negara di Asia, Eropa, dan Timur Tengah,” ujar Hani dengan bangga.
Menari di Syiria
Hani mengaku mendapatkan pengalaman menarik selama berkecimpung dalam dunia seni tari, selain bisa bekerja sambil jalan-jalan. Dia pun memeroleh kesempatan untuk mengunjungi negara yang memiliki kondisi yang unik.
“Yang paling berkesan itu, pada 2019 melakukan pementasan di Suriah (Syiria) atas undangan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Suriah. Saya bareng Gayatari Nusantara,” imbuhnya.
Menurut Hani, ini pementasan yang tidak dapat dilupakan, pasalnya selama ini Suriah dikenal sebagai negara yang tengah konflik dan perang. Saat akan pergi, Hani berpamitan kepada kelurga termasuk suaminya dengan rasa haru dibandingkan dengan perjalanan misi budaya ke negara lainnya.
“Rasanya mau perang, pengalaman yang luar biasa. Jauh sebelum mendapatkan kesempatan ini, pernah ada yang nanya negara mana yang mau dikunjungi ? Saya pernah jawab, pengen ke negara yang tidak biasa orang wisata atau ada misi budaya, ternyata ini jawabannya. Saya sempat enggak percaya ada misi kebudayaan ke Suriah yang kabarnya lagi dilanda konflik,” beber lulusan Pascasarjana ISBI Bandung ini.
Hani dan rombongan harus melalui waktu tempuh yang panjang, karena tidak ada penerbangan internasional langsung dari Jakarta ke Suriah. Dari Jakarta, harus transit di Dubai lalu ke Yordania. Dari Yordania melalui perjalanan darat ke ibu kota Suriah, Damaskus selama enam jam.
Sesampainya di perbatasan negara tersebut, Hani masih merasakan suasana mencekam harus mengantre melewati jejeran aparat militer, tetapi sesampainya di Damaskus kondisi berubah, Hani tidak menemukan bekas atau sedang berlangsungnya konflik.
“Suasananya indah banget, beda sama di pemberitaan selama ini, mungkin di daerah lain di Suriahnya. Saya sempat singgah pula di Masjid Agung Ummayah yang ada makam Nabi Yahya. Dulu saya sempat berdo`a kepada Allah SWT, apakah karir saya di tari diridhoi? Ternyata dengan nari saya bisa menebarkan pesan perdamaian seperti di Suriah,” ucap Hani terharu. (Yatni Setianingsih/Golali.id)
Berita ini pertama kali tayang di Golali.id pada 3 Januari 2021
