![]() |
| (dok : Istimewa) |
Dukungan penuh dari orangtua dalam dunia musik, tak pernah disia-siakan Yudhistira Rejki Firdaus. Sehingga membawanya menjadi musisi yang mahir memainkan alat musik modern maupun tradisional, yang melanglangbuana ke berbagai negara.
Sejak dini orangtua Yudhiz (sapaan akrab dari Yudhistira Rejki Firdaus) sepertinya sudah mengetahui jika putranya, memiliki bakat dalam dunia musik.
Maka tak mengherankan ayahnya dengan rajin, memberikan berbagai referensi musik dan mengajaknya mengapresiasi musik dengan mendengarkan berbagai karya musik.
Bahkan ketika duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP), Yudhiz yang mulai belajar bermain alat musik dari guru seni musik oleh orangtuanya dibelikan gitar.
"Pada awalnya ada stimulus mendengarkan dan apresiasi musik dari orangtua terutama sosok Ayah yang sering memberi referensi musik secara tidak langsung lewat radio tape (kaset analog). Sejak itu saya mulai suka musik dan bakat itu mulai di asah ketika masuk SMP dengan dibelikan gitar pertama oleh orangtua saya," cerita Yudhiz kepada Golali, 2 Juni 2020.
Yudhiz pun semakin fokus untuk berlatih memainkan gitar selain kepada guru seni musiknya di SMP. Yudhiz dengan sepupunya sering berlatih di Studio Chicago 122 yang berada di dekat rumahnya daerah Tasikmalaya.
Group band
Pria kelahiran 18 Desember 1988 ini banyak belajar musik bersama komunitas pemusik yang aktif berlatih dan berkesenian di studio tersebut.
Ia pun mulai membentuk group band bersama teman-temanya di sekolah hingga mampu tampil di acara pentas seni (pensi) sekolah.
“Kebetulan guru seni musik di SMP saat itu sangat support terhadap potensi siswa-siswinya. Untuk menyeimbangkan keahlian seni tradisi terutama karawitan, saya juga turut ikut serta dalam program ekstrakurikuler karawitan di SMP dan mengikuti beberapa pementasan bersama guru karawitan,” terang Yudhiz.
Langkah Yudhiz terus berlanjut, saat memasuki Sekolah Menengah Atas (SMA) selain terus berlatih dia pun rajin mengikuti berbagai festival musik.
Keseriusannya di bidang musik terus ia lakukan saat memasuki bangku kuliah, atas pilihannya dan dukungan dari ayahnya. Yudhiz memilih Jurusan Pendidikan Seni Musik, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
“Keluarga saya sangat support baik dari segi moril maupun materiil,” tutur Yudhiz.
Alat musik
Sebagai mahasiswa calon guru seni musik, Yudhiz mempelajari seni musik tradisi dan barat dengan komposisi yang seimbang.
Sekaligus wajib untuk menguasai pengajaran dan mengetahui konsep pembelajaran instrumen musik tersebut. Hal itu membawa Yudhiz menguasai permainan alat musik tradisi maupun barat.
“Untuk alat musik barat di antaranya gitar, bass, keyboard, drum, launchpad, dan piano. Sementara untuk musik tradisi di antaranya gamelan degung pelog-salendro, angklung, dan arumba,” ucap Yudhiz.
Yudhiz tidak menampik jika pada awal mengenal seni musik lebih tertarik mendalami musik modern, meskipun di bangku SMP bersinggungan dengan karawitan dan pernah mengikuti pementasan karawitan.
Setelah belajar di UPI dan bergabung dengan unit kegiatan mahasiswa (UKM) yaitu Ensemble Gamelan Kyai Fatahillah (Gamelan Tradisi-Kontemporer) dirinya tertarik akan musik tradisional dengan nuansa inovasi modern.
“Ada kesadaran tentang kearifan lokal yang harus dikembangkan, dilestarikan, dan dipertunjukkan kepada khalayak,” sambung Yudhiz.
Ketekunannya dalam belajar dan berlatih seni musik membawa Yudhiz sebagai bagian dari Ensemble Kyai Fatahillah yang dipimpin dosen UPI Iwan Gunawan,S.Pd,.M.Sn, untuk pentas di panggung kelas dunia dalam acara International Gamelan Festival Amsterdam (IGFA) di Tropentheater, Belanda pada 9 sampai 11 September 2010.
Dalam pertunjukan bertaraf internasional ini, Ensemble Kyai Fatahillah mendapatkan kesempatan untuk berkolaborasi dengan maestro karawitan dan pop Sunda Nano S. Juga maestro tembang Sunda Cianjuran Euis Komariah, dan musisi Ensemble Gending dari Belanda.
“Saat itu kita kebagian pentas ketika malam menjelang Hari Raya Idul Fitri, suasana haru, sedih, senang dan bahagia bercampur dalam momen yang tak terlupakan. Sebelum pentas kita berdoa dan saling mendoakan, yang dipimpin oleh Pak Nano S. Apalagi ketika proses berlatih disana kita dihadapkan dengan rentang waktu berpuasa yang berbeda dengan di Indonesia.
Pesan dari Pak Nano S saat itu adalah :
”ngamumule kasenian tradisi sangkan bisa eksis
di nagri deungeun nyaeta tugas urang sarerea salaku seniman jeung nayaga nu
nyaah ka budaya lembur jeung lemah cai,” kenang Yudhiz
Tak hanya di Belanda, Ensemble Kyai Fatahillah pun melakukan pementasan kesenian Sunda di Belgia. Sementara pentas di panggung Asia baru Yudhiz rasakan pada Juli 2014, saat dirinya bersama Angklung Web Institute (AWI) Bandung selama sepekan tampil dalam acara Singapore Youth Festival, atas undangan Mentri Pendidikan Singapura.
Selain bermusik di Ensemble Kyai Fatahillah dan AWI Bandung, Yudhiz pun sejak akhir 2007 aktif menjadi keyboardist sebagai additional player dan player inti untuk beberapa group musik di Kota Bandung. Antara lain Kozia, Malika, Sound of Karma, dan terakhir bersama Minladunka Band.
“Pada tahun 2013 teman saya Bendra mengajak bergabung dengan Minladunka Band untuk mengiringi Candra Malik (Budayawan-Sufi) berkolaborasi dengan Iwan Fals, Slank, GIGI, dan Sujiwo Tedjo di konser Ngabuburit ke-10 sampai ke-14 tahun yang diselenggarakan oleh Coklat Kita & DCDC, setelah itu kita mulai safari konser Santri Bernyanyi ke berbagai pesantren yang ada di Pulau Jawa sampai 2018,” urai pria yang hobi bersepeda ini.
Bersama Candra Malik – Minladunka Band, Yudhiz mendapatkan kesempatan selama dua pekan menampilkan keahliannya bermusik di Katsuragawa Shiga Prefecture, Japan yang didukung Djarum Foundation dan PGN.
Di negeri matahari terbit ini berkolaborasi dengan Asia Three dan penari dari Yogyakarta asuhan Bambang Paningron.
Bermain musik bareng Slank
Melalui bidang musik, Yudhiz tak hanya bisa berkeliling ke beberapa negara namun juga bertemu dengan group musik favoritnya Slank.
Bahkan pada Agustus 2014 dirinya bersama Candra Malik beserta Minladunka Band sempat berkolaborasi menggunakan gamelan dan kecapi dengan Slank. Pada konser Pesta Kemenangan (Idul Fitri) di Sukabumi dan sempat melakukan latihan bersama di Studio Potlot, Jakarta.
“Group musik favorit saya Slank dengan konsep Rock N Roll nya, sejak saya SMP grup musik ini konsisten dengan musikalitas yang ideal dan lirik yang cenderung kritik sosial terhadap situasi dan kondisi di Indonesia,” ungkap Yudhiz.
Berdikari Melalui Musik
Yudhistira Rejki Firdaus tak hanya terlena menjadi musisi, sebagai mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Jurusan Pendidikan Seni Musik yang digadang-gadang menjadi guru seni musik.
Yudhiz (sapaan akrab dari Yudhistira Rejki Firdaus) pun mulai menjajal karier menjadi pengajar ekstrakurikuler musik di salah satu SMP di Kota Cimahi, pada 2009 saat dirinya masih kuliah.
Seusai lulus menjadi Sarjana Seni dari UPI Bandung pada 2011 dengan prestasi Lulusan Terbaik Jurusan Pendidikan Seni Musik Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) UPI, Yudhiz pun menjadi guru seni musik di salah satu SD di Kota Bandung.
Dalam kesibukannya menjadi musisi dan mengajar, Yudhiz mulai berwirausaha yang masih berhubungan dengan seni musik.
Sejak Oktober 2013 Yudhiz membangun Sada Music Store & School di Kota Tasikmalaya, yang menjual alat musik dan kursus musik.
“Untuk mengasah kemampuan dan keterampilan dalam wirausaha seni, bermodalkan dari tabungan hasil pentas. Sejak itu para distributor mulai berdatangan dan berkomunikasi untuk bermitra dengan saya dalam penjualan alat musik. Untuk pengembangan kursus saya coba untuk mengasah kemampuan mengajar. Walaupun secara pengelolaan masih terbagi dua dengan kegiatan bekerja di tempat lain. Tapi dengan perkembangan industri digital semakin mudah untuk bertransaksi dan sosialisasi produk,” imbuh Yudhiz.
Di tengah kesibukannya tersebut, pada 2014 Yudhiz melanjutkan pendidikan di Pascasarjana Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung.
Musik tradisi
“Ketika melanjutkan studi Pascasarjana di ISBI Bandung, kesadaran saya tentang pentingnya seni pertunjukan dan seni musik tradisional semakin terbuka lebar.
Mengingat dewasa ini seni musik mengalami perubahan yang sangat cepat, maka diperlukan pengembangan seni musik tradisional untuk bisa mengikuti zaman,” tutur Yudhiz yang meraih gelar Magister Seni pada 2016 ini.
Dalam menjalani aktivitasnya dibidang musik Yudhiz, melewati berbagai hambatan dan suka duka yang tidak menyurutkan langkahnya untuk terus berkarya.
“Dari awal pentas karawitan di SMP bersama guru saya, pada tahun 2004 dibayar Rp 20 ribu per pentas adalah kebanggaan sekaligus menjadikan hobi yang menghasilkan, kalau dibandingkan dengan sekarang ya tidak ada nilai ekonomis sebetulnya. Bahkan ketika awal mengajar ekstrakurikuler musik di salah satu SMP di Kota Cimahi pada tahun 2009 dibayar Rp 95 ribu per bulan menjadi berkah ketika kita mensyukurinya sebagai amal jariyah,”
“Intinya adalah jangan memandang seni selalu dari segi materi, tapi harus dari segi estetik dan pengalamannya yang berharga. Toh rezeki sudah ada yang mengaturnya, apapun profesi kita intinya harus selalu bersyukur. Hambatan terbesar adalah kemalasan pada diri kita sendiri untuk terus produktif dan kreatif. Ditambah lagi dengan belum terbentuknya kesadaran secara penuh oleh masyarakat tentang pentingnya berkesenian. Untuk mengatasi hambatan tersebut, cara yang paling efektif adalah kita tetap berkarya dan berkreativitas tanpa memandang materi dan keuntungan, sehingga kejenuhan dan kebosanan ketika memasuki zona nyaman bermusik akan hilang dengan itu,” pesannya.
Pesan cinta damai
Dalam berkarya Yudhiz selalu ingin menyampaikan pesan cinta damai dan saling mengasihi sesama umat manusia lewat seni.
“Untuk memahami seni diperlukan daya estetis (keindahan) yang tinggi. Untuk mencapai itu hanya dengan menghargai ciptaan Allah SWT. yang sangat indah, terutama kita sebagai insan yang kreatif dan berbudaya,” urai Yudhiz.
Yudhiz berharap sebagai seniman bisa terus berkarya dan memberikan kontribusi kepada negara dan pengabdian kepada masyarakat melalui karya seninya. Meskipun di masa pandemi Covid-19 seniman menjadi salah satu profesi yang terdampak. Namun dirinya berharap semua seniman tak kendur untuk berkarya.
“Mudah-mudahan seniman semakin kreatif, edukatif dengan kondisi Pandemi Covid-19 seperti ini. Harapannya pemerintah memiliki perhatian terhadap pekerja seni yang terdampak,” pungkas Yudhiz.
Biodata
Nama Lengkap :Yudhistira Rejki Firdaus
Panggilan :Yudhiz
Lahir :Tasikmalaya, 18 Desember 1988
Pendidikan :
-Sarjana Seni UPI
-Magister Seni ISBI Bandung
Akun media sosial :
Twitter :@Yudhiz_Rezky88
Facebook :Yudhiz Rezky Firdaus
Instagram :@Yudhiz_minlandunka
Youtube : Channel Youtube Sadamusic store (Yatni Setianingsih/Golali.id)
Berita ini pertama kali tayang di Golali.id pada 3 Juni 2020
